Istilah Baju Koko sangat identik dengan busana muslim yang lazim digunakan oleh pria muslim di Indonesia. Trend menggunakan baju koko bagi pria muslim seakan sudah menjadi keharusan ketika mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan besar ataupun hanya sekedar digunakan untuk pergi beribadah ke mesjid.
Menurut Pengamat Budaya Tionghoa peranakan, David Kwa, baju yang sekarang dikenal dengan baju koko tersebut sebenarnya turun temurun dari baju masyarakat China bernama “Tui-Khim”.
Di kalangan warga Betawi, baju Tui-Khim dipakai dan dikenal dengan sebutan baju Tikim. Baju Tui-Khim modelnya seperti baju koko, bukaan di tengah dengan lima kancing. Pada masyarakat Betawi, paduan baju ini biasanya celana batik. Mungkin di antara Anda masih ada yang ingat setelan almarhum Benjamin S di sinetron Si Doel Anak Sekolahan? Nah, kira-kira seperti itulah baju koko yang dipadu dengan celana batik, khas Betawi.
Hingga awal abad ke-20, pria Tionghoa di Indonesia masih mengenakan kostum Tui-Khim dan celana komprang atau longgar untuk kegiatan sehari-hari.
Lalu, bagaimana bisa baju tui-khim menjadi baju koko seperti yang kita kenal sekarang? Remy Sylado, budayawan, menjelaskan bahwa biasanya yang memakai baju tui-khim di masa itu adalah engkoh-engkoh. Dieja dalam Bahasa Indonesia jadinya Koko. Jadilah “Baju Koko”.
Pendapat serupa juga dikemukakan JJ Rizal. Sejarah kemunculan baju koko di Indonesia sangat erat kaitannya dengan adat masyarakat Tionghoa yang berbaur dengan penduduk pribumi sehingga banyak diadaptasi oleh berbagai suku di nusantara. Dipercaya
bahwa desain awal baju koko yang kita kenal sekarang ini berasal dari adanya kebiasaan pria Tionghoa yang menggunakan baju Tui khim yang merupakan pakaian yang lazim dipakai pada masa tersebut.
Akibat adanya akulturasi budaya antar kebudayaan Tionghoa dan masyarakat pribumi, lambat laun banyak pria di daerah betawi yang mengadaptasi baju yang kerap disebut baju Tikim ini yang dipadukan dengan celana komprong sehingga lama kelamaan menjadi pakaian keseharian yang sering digunakan ketika itu. Banyak pula pendapat budayawan yang memiliki opini bahwa sejarah nama baju Koko berasal dari sebutan “engkoh-engkoh” yang merupakan nama panggilan bagi pria Tionghoa.
Setelah melewati masa yang panjang serta kian terbukanya pandangan masyarakat dalam menerima akulturasi kebudayaan asing, pada era tahun 1990-an berbagai unsur Islam mulai mendapat ruang dalam struktur Negara dan ruang publik hingga sekarang.
Baju Takwa
Di beberapa daerah dan kalangan masyarakat, ada yang menyebut baju koko ini sebagai baju takwa. Padahal, sebenarnya kedua jenis baju ini berbeda. Baju takwa tidak diadopsi dari baju thui-kim, melainkan hasil modifikasi dari baju tradisional Jawa, yaitu Surjan. Surjan adalah salah satu pakaian adat Jawa yang dipakai pria sehari-hari.
Pakaian jenis ini juga bisa dipakai untuk menghadiri upacara-upacara resmi adat Jawa dengan dilengkapi blangkon dan bebetan. Biasanya, motifnya berupa garis-garis vertikal berwarna cokelat muda dan cokelat tua. Sudah mulai terbayang, kan? Baju Surjan versi aslinya ini masih banyak ditemui di Pasa Bringharjo, Yogyakarta, atau Pasar Klewer, Solo, atau di pasar suvenir di kawasan wisata lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sunan Kalijaga yang pertama kali memodifikasi surjan menjadi “baju takwa”. Dari sembilan wali, hanya beliau yang pakaiannya berbeda. Sunan Kalijaga tidak menggunakan jubah dan sorban. Akan tetapi, merancang bajunya sendiri yang disebut “Baju Takwa”, dari baju Surjan. Baju surjan biasanya berlengan pendek, sedangkan oleh Sunan Kalijaga baju tersebut dijadikan lengan panjang.